Tuesday, October 22, 2013

Kabiro dan Bendahara Pembantu Biro Perekonomian Provsu Dituntut 2 Tahun Penjara.

Bangun Oloan Harahap selaku Kabiro Perekonomian pada Sekretariat Daerah (Setda) Pemprov Sumut dituntut dua tahun penjara denda Rp100 juta subsideir 4 bulan kurungan di Pengadilan Tipikor Medan, karena melakukan tindak pidana korupsi dana bantuan sosial (bansos), Pemprov Sumut Tahun 2011.

Selain Bangun Oloan, Bendahara Pengeluaran Pembantu PPKD Belanja Bantuan Hibah dan Sosial pada Biro Perekonomian Setda Pemprovsu Ummi Kalsum, dalam persidangan yang sama juga dituntut serupa.

Keduanya dinyatakan bersalah melanggar pasal 3 junto pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor yang telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Menyatakan kedua terdakwa Bangun Oloan dan Ummi Kalsum melakukan tindak pidana korupsi dengan tujuan menguntung diri sendiri atau suatu koorperasi menyalahgunakan jabatan atau sarana yang mengakibatkan kerugian negara,"ujar JPU Adlina dihadapan majelis hakim yang diketuai SB Hutagalung  Selasa (22/10) sore.

Dalam pertimbangan penuntut umum, disebutkan keduanya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di biro Perekonomian Setda Pemprov Sumut menyetujui dan menandatangani proposal dana bantuan hibah/bansos yang dilakukan Aidil Agus dan Imom Saleh yang mengaku pemilik delapan proposal dari berbagai lembaga/yayasan, tanpa melakukan verifiksai terlebih dahulu.

Usai mendengarkan tuntutan JPU, majelis hakim menunda persidangan dengan agenda pembelaan (pledoi) kedua terdakwa melalui penasehat hukumnya Hamdani Harahap.

Hamdani Harahap saat dikonfirmasikan atas tuntutan tersebut segera mengajukan nota pembelaan terhadap kedua terdakwa, menurutnya jaksa seharus membebaskan keduanya karena dalam kasus ini keduanya hanya korban.

Sebelumnya, kedua terdakwa yang tidak ditahan  mulai dari penetapan sebagai tersangka hingga ke persidangan itu didakwa JPU Adlina, menyebutkan pada tahun 2011, Pemprov Sumut mengucurkan dana bansos sebesar Rp880 juta. Selanjutnya terdakwa Ummi Kalsum menyampaikan surat pemberitahuan kepada delapan lembaga penerima dana bansos tersebut agar mengajukan kelengkapan dokumen pendukung pencairan dana bansos.


Delapan lembaga penerima dana bansos itu diantaranya LSM Teknologi Kerakyatan Sumut, LPEM-SU, Forum Peduli Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Sumut, Forum Pengembangan Ekonomo Sumut, Lembaga Pengkajian Ekonomi Kerakyatan Sumut, Gerakan Pemerhati Peduli Pemberdayaan Pertanian Sumut, Gerakan Pembangunan Ekonomi Sumut dan Gerakan Pembangunan Ekonomi Masyarakat Pesisir Sumut.

Kemudian, terdakwa Bangun Oloan Harahap selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) menyetujui dan menandatangani kwitansi pembayaran penyaluran dana bansos yang tidak memenuhi persyaratan sekaligus memberikan rekomendasi melalui nota dinas yang dalam formatnya terdapat kolom-kolom sebagai pendukung atas pencairan dana atas beberapa persyaratan yang harus diisi dengan cara di contreng sebagai tanda bukti.

Dalam kolom itu ada sebagian yang tidak terisi atau dalam kondisi kosong. Tapi pembayarannya tetap disetujui oleh terdakwa bersama-sama Bangun Oloan Harahap yang sekaligus memberikan rekomendasi melalui penandatanganan nota dinas yang menjadi dasar terbitnya SPP (Surat Permintaan Pembayaran), Surat Perintah Membayar (SPM) dan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).

Kemudian kata Jaksa delapan lembaga penerima dana bansos itu melaksanakan kegiatan fiktif padahal dana telah diterima. Akibat perbuatan kedua terdakwa, negara dirugikan sebesar Rp1,250 miliar sebagaimana yang tertuang dalam audit BPKP (Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan) Perwakilan Sumut. (dna|ams)

0 comments:

Post a Comment